Wednesday, November 30, 2011

Konstruksi Dan Cara Kerja Ignition Switch atau Starting Switch

Kembali pada pembahasan materi kita, sekarang kita akan membahas tentang komponen-komponen apa saja yang terdapat pada starting sistem sebuah unit alat berat. Komponen pertama yang akan kita bahas adalah starting switch atau ignition switch atau istilah gampangnya kita sebut kunci kontak.




Fungsi starting switch tentunya anda sudah tahu bukan? Ya, starting switch disini berfungsi untuk memutuskan atau menghubungkan   komponen - komponen dalam sistem start. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, starting   switch juga memutuskan atau menghubungkan komponen - komponen sistem   lain.



Pada umumnya hubungan terminal - terminal pada starting switch ini   dicantumkan pada sirkuit wiringnya, sedangkan untuk konstruksinya dapat dilihat pada gambar.

Monday, November 28, 2011

Prinsip Kerja Planetary Gear Single Pinion Type

Sahabat teknisi, melanjutkan pembahasan mengenai planetary gear sistem yang terdahulu, kita akan bahas satu per satu macam-macam tipe dari planetary gear itu sendiri. Yang pertama saya akan bahas tentang single pinion type. Contoh alat berat yang menggunakan transmisi tipe ini adalah Dozer D55 S-3 dan D75 S-2.

Apabila carrier ditahan, maka ring gear akan berputar berlawanan arah dengan putaran sun gear. Ini merupakan salah satu aplikasi sistem planetary gear transmission untuk mendapatkan posisi gerak mundur (reverse). Dengan cara menahan carriernya, apabila sebagai input adalah sun gear berputar searah jarum jam, maka ring gear sebagai output akan berputar berlawanan arah dengan jarum jam.


Cara menentukan arah putaran pada planetary single pinion

S = Sun Gear
C = Carrier
R = Ring Gear

Apabila sun gear kita putar ke arah kanan, sedangkan carriernya kita paksa untuk diam atau ditahan, maka ring gear nantinya akan  berputar ke kiri. Cara melihatnya adalah seperti gambar disamping, pertama kita buat S, C dan R segaris. Kemudian, kita tarik keatas untuk S-nya untuk menunjukkan putaran kanan dan C ditahan (tanpa garis). Setelah itu, kita tarik garis lurus antara S dan memotong titik C sampai ke arah R. Kemudian bisa kita lihat, jika kita tarik garis tegak di titik R, maka garis tersebut akan mengarah ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa hasil putaran R adalah ke kiri atau berlawanan dengan S-nya.

Menghitung speed ratio untuk tipe single pinion
Untuk menghitung speed ratio pada single pinion dapat digunakan rumus

S*Ns + R*Nr = (S + R)Nc
Dimana
S = jumlah gigi sun gear
R = jumlah gigi ring gear
Ns = jumlah putaran sun gear
Nr = jumlah putaran ring gear
Nc = jumlah putaran carrier

Sebagai contoh perhitungan :
Diketahui : jumlah gigi sun gear = 39
                   jumlah gigi ring gear = 78
                  apabila sun gear diputar ke kanan sebesar 100 rpm dan carrier ditahan

Ditanyakan : Kemana Arah dan Berapa besarnya putaran ring gear????
Jawab : S*Ns + R*Nr   =  (S + R)Nc
             39*100 + 78Nr =  (39 + 78)0
             3900 + 78Nr     = 0
             3900                 = -78Nr
             Nr                     = -50
jadi jumlah putaran ring gear adalah 50 rpm dan arahnya ke kiri.

Sunday, November 27, 2011

Aliran Pada Fluida Hidrolik


Pada pokok bahasan kali ini kita kan membahas mengenai aliran pada fluida. Kita akan lebih mudah meggambarkan aliran dari pada menggambarkan tekanan, karena aliran bisa setiap saat di lihat misalnya pada waktu kran air dibuka dan lain sebagainya. Aliran adalah gerakan benda cair/ fluida hidrolik yang di sebabkan oleh perbedaan tekanan pada dua titik dalam waktu tertentu.


Sebagai contoh, pasokan air di perkotaan baik yang menggunakan pompa maupun tampungan air ( Dam/ Tanki) bekerja atas dasar perbedaan tekanan antara titik satu dengan titik yang lain.dengan demikian ketika kran di buka, tekanan yang lebih tinggi pada pada titik pasokan air, akan mendorong air mengalir ke titik tekanan yang lebih rendah yaitu di titik dimana kran air di buka.

Aliran biasanya dilambangkan dengan huruf Q berasal dari kata Quantity atau jumlah, dan dihitung dengan satuan LPM (liter per menit). 
Aliran = Velocity x Area
Q = V x A

Dalam pembahasan hidrolik, aliran terbagi menjadi 2 jenis, yaitu aliran laminar dan aliran turbulensi
  • Aliran laminar merupakan aliran pada sistem hidrolik yang perpindahan fluidanya lancar dari satu titik ke titik yang lain, sehingga semua partikel fluidanya bergerak paralel ke semua arah tertentu dan inilah kondisi ideal yang paling diharapkan dari sebuah aliran.
  • Aliran turbulensi, sebenarnya aliran fluida pada hidrolik sistem lebih sering mengalami banyak ketidakteraturan dari yang diinginkan. walaupun fluida secara umum mengalir menuju arah tertentu yang diinginkan, dia juga mengalir melalui saluran-saluran kecil, hambatan sudut yang sangat tajam, bahkan melalui sebuah orifice yang kecil. Sehingga partikel fluida mengalir tidak beraturan, dan menyebabkan gesekan dan gerakan yang tidak efisien. Aliran jenis inilah yang dinamakan aliran turbulensi.

Monday, November 21, 2011

Teknologi Engine Yang Dipakai Komatsu Saat Ini

Diesel engines boast such excellent features as reduced CO2 emissions to which global warming is widely attributed. However, diesel engines emit nitrogen oxides (NOx) and particulate matter (PM), and concerns regarding their impact on the atmosphere and human body have fueled demand for the development of “clean” diesel engines that dramatically reduce these substances.

NOx is emitted during high-temperature combustion, while PM tends to be emitted when attempting to reduce NOx. This makes the reduction of both substances, while improving fuel efficiency, an immense technological challenge.

As shown on page 16, Tier III regulations for off road engines will be phased in from 2006 in such areas as the United States (Tier III) and Europe (Stage IIIA). The U.S. Environmental Protection Agency (EPA) plans to implement Tier III regulations from 2006 that call for a 40% reduction in NOx compared with Tier II regulations. There is a strong emphasis on reduction of off-road diesel engine emissions from construction equipment, particularly for engines used in heavy-duty (high-revolution, high-load) operations,which is a main factor underpinning increased technological development targeting construction equipment.
Building on more than 70 years of experience in off-road engine development for construction and mining equipment, Komatsu is able to design high quality engines that optimize machine functionality by leveraging a wealth of accumulated technologies and expertise as an equipment manufacturer.

In meeting the deadline for implementation of these regulations starting from 2006, Komatsu will be gradually releasing a new Tier III (Stage IIIA)-compliant engine from 2005 that combines reduced NOx and PM emissions with improved fuel efficiency.There are several notable features to these engines as follows.

1. Heavy-Duty High-Pressure Common Rail (HPCR) Fuel Injection System

Komatsu incorporated a heavy-duty High-Pressure Common Rail (HPCR) fuel injection system in designated Tier (Stage) II diesel engines to achieve both NOx and PM reductions and better fuel efficiency.The newly developed engine will see further improvement in heavy-duty HPCR functionality and more widespread application.

Specific features of the heavy-duty HPCR fuel system are its ability to inject high-pressure fuel accumulated in the common rail into the combustion chamber, thus atomizing fuel spray and optimizing combustion for better fuel efficiency, lower emissions and higher performance. Another feature is its flexibility to maintain the optimal fuel injection volume, pressure and timing through precision electronic control. This results in near complete combustion, contributing to PM emissions reduction and dramatically improved fuel efficiency.
The heavy-duty HPCR fuel system also reduces engine noise by compartmentalizing injection in a multi-staged injection process and enables high low end torque on account of its high-precision fuel control and flexible, high-pressure capability regardless of engine speed.

HPCR

Komatsu was among the first construction equipment manufacturers to apply HPCR technology to Tier (Stage) II engines. Given its ever-wider application in trucks and automobiles since 1995, especially in Europe, HPCR is virtually the global standard for trucks and automobiles. For Tier III (Stage IIIA) engines, the fuel system has been upgraded and fuel Heavy-Duty HPCR

injection pressure of up to 1,800 bars can be achieved compared with 1,400 bars for Tier (Stage) II engines. In addition, more durable supply pumps, injectors and systems are employed to withstand any harsh conditions around the world. The Komatsu heavy-duty HPCR fuel system is likely to become the global standard for off-road heavy-duty machinery in the near future.

2. Heavy-Duty Cooled EGR (Exhaust Gas Recirculation)


EGR 
Komatsu is one of the front runners in the construction and mining equipment industry to use the heavy duty cooled Exhaust Gas Recirculation (EGR) system in medium and large engines, which is effective in lowering NOx without sacrificing fuel economy.In the heavy-duty cooled EGR system, a portion of gases emitted from the engine is cooled through the
EGR cooler, and it is diverted into the cylinder as inert gas. This feature reduces the concentration of oxygen in the combustion chamber, and thus, the combustion temperature and NOx. Further, this system can reduce NOx without retarding fuel injection
timing. Cooled EGR is considered the best technology for reducing NOx in diesel engines, and most of the leading engine manufacturers have employed cooled EGR with resounding success in engines that meet stringent on-road engine regulations since 2002.

Komatsu has developed the innovative high capacity heavy-duty Twin-Valve Cooled EGR system in light of the rugged and high-load usage of construction equipment and industry regulations. Key features include a Twin-Valve EGR system with intake air bypass for high-load and wider speed- range usage (patent pending); highly reliable and durable,high-precision electronic-controlled hydraulic twin valves; and a highly durable EGR cooler for operation in rough environments.

image

Komatsu took advantage of its long-established Heavy-Duty Cooled EGR engine technologies for construction equipment. Tens of thousands of hours of bench tests and field tests have been conducted to assure quality for maximum reliability and durability. In consideration of heavy duty usage and various conditions all over the world,Komatsu employed extra-thick, corrosion-resistant materials in the EGR cooler.

The cooled EGR technology is bound to become the global standard in construction equipment engines, and will undoubtedly be featured on the next Tier IV (Stage IIIB) line of engines.

3. Total Electronic Control

Komatsu has employed electronic controls in the new engine to enable total control over the equipment,such as variable horsepower control, hydro-static engine control and torque-converter engine control.Variable horsepower control, for example, selects the optimal fuel-consumption map and output of construction equipment in accordance with actual condi-
tions. This is the kind of technology that Komatsu, as a manufacturer of both engines and equipment, has the proven capability to develop.

4. Combustion Technology

Several improvements have been made in the combustion chambers for better air/fuel mixing and optimal combustion. For small engines, in addition to employment of HPCR technology, a four-valves-per-cylinder design is applied so that the fuel injection nozzle is placed in the center of the combustion chamber, enabling much greater optimal combustion.

5. Air-to-Air Charge Air Cooling

The air-to-air charge air cooling system is effective for lowering the charge air temperature to inhibit NOx emissions without sacrificing fuel economy.For this reason, more Tier III (Stage IIIA)-compliant engines will be fitted with this system.

In the years ahead, Komatsu will strive for technological innovation in further developing low-emissions engines in preparation for future environmental regulations, while providing global customers with products that are both ecological and economical.

via komatsu magazine

Menghitung Kapasitas Produksi Sebuah Bulldozer

Menghitung kapasitas produksi bulldozer!! Untuk para pemilik bulldozer, hal ini sangat penting untuk diketahui, karena dengan menghitung kapasitas produksi bulldozer, para pemilik akan lebih mudah dalam memperkirakan keuntungan yang di dapat dalam 1 hari, 1 bulan bahkan 1 tahun operasi.
Dan perhitungan ini bisa saja digunakan / diaplikasikan untuk alat yang bekerja di sektor konstruksi, sektor pertambangan ataupun sektor-sektor lainnya. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat dan pelajari bersama mengenai pehitungan kapasitas produksi dari sebuah Bulldozer.


# Dozing.

Untuk menentukan kapasitas produksi / jam sebuah bulldozer saat melakukan dozing / excavating operation,dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :



Productivity Bulldozer

1. Produksi per cycle ( q ).
 
q = q1 x a

Dimana :  q1 = Kapasitas blade bulldozer dalam m³ atau yd³.           a = Blade fill factor.

Berikut adalah tabel blade fill factor :

Tabel blade fill factor

2. Cycle Time ( Cm ).
Adalah waktu yang dibutuhkan oleh bulldozer untuk melengkapi 1 putaran ( mendorong muatan / dozing,mundur / reversing dan perpindahan gigi / gear shifting ).
  • Kecepatan Maju dan Mundur  (F ).                                                                        Sesuai denganaturan,kecepatan untuk maju bulldozer adalah 3-5  km/jam, sedangkan untuk mundur adalah 5-7 km/jam.
  • Waktu yang dibutuhkan untuk perpindahan gigi / gear shifting.
Gear shifting

3. Grade factor ( e ).
Kemampuan produksi bulldozer juga dipengaruhi oleh grade permukaan lokasi operasi bulldozer saat unit tersebut mendorong beban.Untuk menentukan berapa besar grade factor berdasarkan grade permukaan lokasi operasi alat,bisa dilihat pada grafik dibawah :

Grafik grade faktor
4. Job Efficiency ( E ).
Dibawah ini bisa dilihat panduan untuk menentukan job efficiency suatu alat,panduan ini hanyalah secara garis besarnya saja,untuk mendapatkan gambaran produksi yang aktual tentukan efisiensi menurut kondisi operasi aktual alat.

Job efficiency

# Ripping.
Kapasitas produksi bulldozer saat melakukan ripping sangat sulit sekali untuk dihitung,karena tergantung dengan kondisi material yang akan di ripping,metode pengoperasian alat dan skill operator. Tetapi dari data yang tersedia pada buku Spec. Handbook masing-masing merk alat, disitu bisa kita lihat hubungan antara seismic velocity ( kecepatan aliran / rambat gelombang saat melewati suatu material, dimana dengan metode ini kekerasan dari material bisa ditentukan ) dengan kapasitas produksi. Lihat gambar dibawah ( disini saya ambilkan contoh untuk unit bulldozer D375 ).

Seismic velocity D375A-5

# Ripping dan Dozing.
Saat unit melakukan operasi ripping dengan normal,maka operasi dozing dan ripping akan dilakukan secara bergantian namun berulang-ulang. Untuk menghitung produksi dari kedua operasi tersebut ( dozing dan ripping ) maka bisa digunakan rumus sebagai berikut :

Ripping dan dozing

Kemudian masukkan angka - angka yang sesuai dengan spec dari jenis bulldozer yang anda gunakan, barulah anda akan dapatkan kapasitas produksi dari dozer yang anda gunakan.


   

Saturday, November 19, 2011

Cara Kerja Planetary Gear System Pada Hydroshift Transmission


Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang Hydrosift Transmission, sekarang kita akan membahas komponen dalam Hydroshift Transmission itu sendiri. Pada produk komatsu, hydroshift transmission dibagi dalam dua bentuk, yaitu dengan menggunakan planetary gear dan menggunakan counter shaft. Dan untuk kali ini, saya akan menjelaskan tentang planetary gear system saja.

Planetary gear system terdiri dari tiga elemen, yaitu : Sun gear, Carrier dan Ring gear atau internal gear. Apabila mencoba untuk memutarkan dua elemen dari ketiganya atau   satu diputar sedangkan satu lagi ditahan maka akan menghasilkan putaran   yang bervariasi pada elemen outputnya, lebih cepat atau lebih lambat, maju   atau mundur.


Speed ratio dari gear penggerak dengan gear yang digerakkan adalah   tergantung jumlah gigi dari masing - masing gear. Kebanyakan pemakaian dari   planetary gear system terdapat pada transmission system yang mana untuk   kecepatan putar dan arah putar dariintpu dapat diubah bervariasi dalam   berbagai tingkatan pada planetary gear system.


Input shaft dihubungkan dengan planetary carrier ( untuk lebih singkat selanjutnya disebut Carrier ), sedangkan output shaft dihubungkan   dengan Sun gear. Ketika kedua Ring gear ditahan diam tak berputar ( dengan   cara meng-engage-kan clutch yaitu mengikat ring gear dengan case ). Maka   sun gear yang selanjutnya sebagai output akan mendapat tenaga putar dari input.

Dikarenakan adanya perbedaaan jumlah gigi dari kedua sun gear ( lihat gambar ) maka apabila clutch untuk speed 2 di-engage-kan,  output putarannya   akan lebih cepat daripada clutch untuk speed 1 yang di-engage-kan.

Friday, November 18, 2011

Prosedure / Cara Adjustment Front Suspension HD 465-7 dan 785-7

1.Ukuran standard front suspension.
Parkir unit tanpa muatan ditempat yang rata dan keras.Cover penutup rod front suspension harus berada pada batas “e”.Lihat gambar dibawah :




2.Membuang gas Nitrogen dari dalam Front Suspension.

  • Pasang hydraulic jack 50 Ton.
  • Kendorkan plug ( 1 ) sebanyak 2 atau 3 putaran ( Sebelumnya lepas dulu connector 2 ).
  • Atur jack,sehingga dimensi " a " = antara 76 - 92 mm.
Lihat gambar dibawah :



3.Adjust Oil Level.
  • Dengan menggunakan pressurized oil pump, hubungkan dengan suspensi pada nipple nomor (3). Kendorkan plug no (1) lalu pompakan oil SAE 10 ke suspensi hingga gelembung udara yang keluar dari niple no (1) tidak ada lagi.
  • Kendorkan plug (4) sehingga gelembung udara keluar dari b hingga bersih.
  • Disconnect oil pump lalu pasang valve dan kencangkan. Demikian juga sensor suspensi dan plug (4)
Lihat gambar dibawah :



4.Mengisi Nitrogen
  • Pasang Charging Tools suspensi seperti gambar dan hubungkan pada nipple no (5) pada suspensi kiri dan kanan.
Catatan :
- bersihkan hose sebelum dipasang ke valve dengan gas nitrogen dengan tekanan 10 kg/cm2 untuk membersihkan kotoran yang ada di dalam hose.
- Connection tidak perlu kencang sekali tetapi cukup jika sudah tidak bocor.
  • Putar valve H10a hingga membuka core valve suspensi agar gas bisa masuk ke suspensi.
  • Buka valve (2) hingga terbaca tekanannya pada gauge H12.
Catatan :
Tekanan tabung minimal 10 kg/cm2 di atas tekanan setting suspensi.
  • Putar ke kanan regulator H11a hingga gauge H13 menunjukkan minimal 10 kg/cm2 di atas tekanan setting suspensi (44 kg/cm2).
  • Buka valve H7 (kiri dan kanan) secara bersamaan sehingga kedua suspensi naik. Jika belum naik juga maka naikkan regulator H11a hingga max 60 kg/cm2. Setelah ketinggian rod tercapai (“a” : 249±10 mm), tutup valve H7. Kendorkan valve H11a untuk menutup dari tabung (1)
  • Buka valve H7 untuk melihat tekanan masing-masing suspensi secara bergantian. Jika tekanan melebihi standard buka drain plug pada valve H7 secara bergantian.
Catatan :
Pastikan front suspension level-nya sudah sama baru kemudian pressurenya disamakan.
MrKFED33UuBmUuZr6HXAA8Ni-g4
Lihat gambar dibawah :




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Powered by Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More